Pemerintah diminta dengan sangat untuk memastikan mutu pendidikan dan kualitas guru merata di seluruh Indonesia.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan dan Keguruan Suluh Bangsa yang juga sebagai rektor Institut Publisistik Thawalib Indonesia, Dr Ilyas Indra memaparkan bahwa gerakan wajib kuliah sudah diberlakukan sejak 2014 dan pada 2016 lebih dihidupkan kembali.
Terkait dengan hal tersebut, Kemenpora, diwakili Asisten Deputi Tenaga dan Peningkatan SDM Pemuda, Djunaedi menjelaskan bahwa program yang diselenggarakan beberapa kampus ini bekerjasama dengan KNPI patut didukung oleh pemerintah.
Saat ini masih pada program wajib belajar 9 dan 12 tahun, tapi sudah menginisiasi program wajib kuliah. Sehingga, tercipta SDM pemuda sarjana yang tangguh dan mandiri.
Sedangkan di Universitas Pertamina, lembaga pendidikan tinggi yang dikelola Pertamina Foundation berjanji akan menghasilkan lulusan sarjana yang mandiri, berwawasan global, kompeten dan relevan dengan tantangan dunia usaha dan industri, khususnya di bidang bisnis dan teknologi energi.
"Target jumlah mahasiswa program sarjana (S-1) yang akan diterima di Universitas Pertamina sekitar 1.000 orang. Rata-rata, sekitar 60 orang mahasiswa per program studi," ujar Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero).
Perlu kita ketahui bahwa Universitas Pertamina yang berlokasi di kawasan Simprug, Jakarta Selatan yang belum terbukti kualitasnya ini membuka 15 program studi dengan 6 fakultas.
Enam fakultas tersebut adalah Fakultas Teknologi Eksplorasi dan Produksi dengan 3 program studi (prodi), yaitu teknik geofisika, teknik geologi, dan teknik perminyakan.
Lalu Fakultas Perencanaan dan Infrastruktur dengan 2 prodi, yaitu teknik sipil dan teknik lingkungan dan Fakultas Teknologi Industri dengan 4 prodi, yaitu teknik elektro, teknik mesin, teknik kimia, dan teknik logistik.
"Kami juga membuka Fakultas Sains dan Komputer dengan dua prodi, yaitu kimia dan ilmu komputer, Fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan dua prodi, yaitu manajemen dan ekonomil, serta Fakultas Komunikasi dan Diplomasi dengan dua prodi, yaitu ilmu komunikasi dan hubungan internasional," katanya.
Belum lama ini, ia sempat memaparkan materi "Kebijakan Pengembangan Profesi Guru" dalam kegiatan PLPG bagi guru-guru SD di Kota Gudeg tersebut. "Ketika saya sampaikan bahwa materi yang saya bawakan itu mudah diperoleh melalui pencarian Google, sebagian besar peserta pelatihan ternyata masih asing dengan internet, karena di daerahnya masih langka jaringan internet," katanya.
Bahkan, menurut Munir, sebagian besar guru yang ikut kegiatan PLPG belum pernah membaca UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008.
Para guru itu, kata Munir, mengaku baru mendengar Undang-Undang Guru dan Dosen saat pelatihan tersebut karena memang dalam pelatihan itu juga terdapat peserta dari Indonesia Timur, yakni dari Kendari dan Kabupaten Muna.
sumber : rmol.co